Sunday, December 29, 2013

Keleidoskop tentang : ISTIHSAN

Dunia fiqih masa kini telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan, demikian seiring dengan munculnya problematika yang berwarna-warni disekeliling ummat islam. sementara para ulama mujtahid, sebagai satu-satunya kaum ahli, tengah berusaha melakukan observasi dan penelitian scara mendalam guna menemukan sebuah intsrument (alat) yg tepat untuk ber-istinbath hukum dalam menghadapi sebuah mas'alah (problem).


Istihsan, adalah satu dari sekian alat istinbath hukum yang dipakai oleh para mujtahid ummat, dan peranan istihsan pada era modern saat ini kian meluas setelah dianggap mampu menyelesaikan banyak problematika kekinian. sebagaimana fungsi utamanya, istihsan mampu mengatasi jalan ganjal Mujtahid ketika mencari solusi positif dari sebuah kasus, dengan harapan dapat ditemukkannya sebuah hukum yang sesuai dan bernilai mashlahat dimata ummat islam.

Menurut bahasa, istihsan adalah menganggap baik sesuatu, dan menurut istilah, adalah kebijakan mujtahid dalam mentarjihkan (memenangkan) Qiyas khofi diatas Qiyas jali. Atau mengeluarkan hukum Juz’iy dari ruang hukum Kully atas dasar pengecualian.

Ulama mujtahid memiliki kode etik dan aturan khusus yang telah digariskan oleh syariat dalam meng-istibath hukum, sehingga akan terus berpegang teguh pada 4 manhaj (metodologi) dasar, yakni Al Quran, Sunnah, Ijma' dan Qiyas. sementara eksekusi pada istihsan tidak akan diambil bila ke-empat metodologi dasar tersebut masih dinilai relevan mengatasi mas'alah.

Contoh istihsan dalam kehidupan sehari-hari, seorang dokter diperbolehkan melihat bagian anggota tubuh pada wilayah aurat pasien, untuk ditemukan penyakit yg mengidap di tubuhnya. Demikian ini dilakukan atas pertimbangan mashlahat dan demi kesembuhan pasien, karna jika tindakan medis dokter ini dilarang maka sama halnya mengabaikan kesehatan pasien.

Contoh lain, ada seorang bapak mewaqafkan 1 hektar tanah miliknya untuk dibangunkan sebuah masjid, dengan mengatakan, "aku waqafkan 1 hektar tanah ini untuk masjid", tanpa memerinci apapun yg ada pada bagian2 masjid. akad waqaf dalam fikih selalu diqiyaskan dengan jual beli, dengan begitu tanah 1 hektar hanyalah masjid, artinya tidak boleh ada fasilitas-fasilitas apapun didalamnya, seperti tempat wudhu, tempat sandal, halaman masjid (parkiran), ruang takmir . Nah, jika terjadi demikian maka fungsional masjid tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal, bahkan mempersulit jama'ah sholat. Beda halnya bila dipandang melalui kacamata istihsan, fasilitas-fasilitas masjid bisa menjadi ada, sebab menitikberatkan pada inti mashlahatnya, sehingga menjadikan masjid dapat berfungsi secara kompleks.

Di awal kehadirannya, istihsan memberi jarak pandang dan perbedaan pendapat (ikhtilaf) yang cukup serius antara ulama-ulama madzhab. Imam hanafi dan Imam maliki, Dua imam besar yang kerap menggunakan istihsan. sementara Imam Syafi’i menolak dengan tegas kehadiran istihsan, atas penolakannya itu beliau mendirikan sebuah bab khusus didalam kitab “Al Umm”, berjudul “Ibtholul istihsan” sebagai tanda ketidaksetujuan terhadap ide istihsan.

Akan tetapi, setelah diteliti dan ditelusuri lebih dalam, perbedaan ini terjadi karena masing-masing imam mempunyai argumentasi atau alasan tersendiri untuk menggunakan dan menolaknya. Seperti halnya imam as Syafii, menolak menggunakan istihsan, sebab beliau menganggap dalam diri pelaku istihsan terdapat hawa nafsu dan keinginan mencari kemudahan. sementara imam hanafi dan imam maliki memilih menggunakanya atas dasar kebutuhan ijtihady.

Berangkat dari sisi yang berlawanan, Imam as syathibi, salah seorang generasi ulama syafi'i terkemuka, berusaha memberi jalan tengah dalam menggunakan istihsan, beliau menuliskannya dalam kitab Al Muwafaqot, “siapa saja yg menggunakan Istihsan sebagai alat istinbath hukum maka seketika itu dia dilarang keras menggunakannya atas dasar mencari kemudahan dan hawa nafsu semata, tetapi juga harus mengerti dan faham dengan baik tentang tujuan Allah Swt. menetapkan hukum-hukum syariat beserta kaidah-kaidahnya.”

Dan Rupanya standarisasi As syathibi membuka jalan bagi ulama-ulama kontemporer dewasa ini untuk mulai memakai istihsan sebagai salah satu komponen untuk menimba hukum, karna istihsan sendiri dinilai telah mampu beradaptasi dengan problem kekinian.

Kebijakan dan keadilan seorang mujtahid mengemban langkah determinan dalam memberi solusi terbaik atas problema yang dihadapi ummat, sehingga membutuhkan jalan fleksible untuk menuai sebuah hukum tertentu yang sesuai dan pas untuk dipersembahkan kepada ummat setelah menyesuaikannya dengan kemampuan mereka.

Wallahu a'la wa a'lam

2 comments: